SIGN IN YOUR ACCOUNT TO HAVE ACCESS TO DIFFERENT FEATURES

CREATE AN ACCOUNT FORGOT YOUR PASSWORD?

FORGOT YOUR DETAILS?

AAH, WAIT, I REMEMBER NOW!

CREATE ACCOUNT

ALREADY HAVE AN ACCOUNT?
© 2015 Munif Chatib.
  • SIGN UP
  • LOGIN
  • Beranda
  • Profil
  • Buku
  • Artikel
  • Video
  • Tutur Sahabat
  • Kontak

DISCOVERING ABILITY, HOBI BARU ORANGTUA

Tuesday, 03 December 2019 by master

By Munif Chatib

            Saya ingin mengajak semua orangtua mempunyai hobi baru, yaitu menjelajah kemampuan anak, meskipun sekecil debu. Bahasa lainnya adalah ‘Discovering Ability’. Maksudnya adalah selalu memberi pengalaman-pengalaman positif kepada anak kita kala anak kita mengalami momen-momen spesial dalam kesehariannya. Biasanya ‘Discovering Ability’ dapat disampaikan kepada anak kita dalam berbagai bentuk.

Pertama, ketika anak kita melakukan perbuatan baik. Maka berikanlah apresiasi. Jangan ditunda. Anak kita yang masih kecil, sudah bisa menutup pintu dan jendela rumah kita. Maka langsung kita beri apresiasi. Pujilah perbuatannya, yaitu sudah bertanggungjawab atas keamanan rumah. Pada alam bawah sadarnya, anak kita langsung terbentuk konsep diri (self image) ‘aku bertanggungjawab’.

Kedua, ketika anak kita melakukan kesalahan yang  disengaja atau tidak. Tolong jangan langsung memarahi. Namun tegurlah dengan mencari penyebab utama terjadinya kesalahan tersebut. Jika sudah ketemu, maka jadikan penyebab utama itu menjadi sasaran kesalahan (kambing hitam), sehingga anak kita akan berpikir bahwa setiap kesalahan pasti punya penyebab dan penyebab itulah yang harus dihindari.

Contoh kesalahan yang tidak disengaja adalah memecahkan vas bunga dari kristal berharga mahal. Sampaikan dengan teguran positif, contohnya: 

“Lantainya licin ya, lain kali hati-hati kalau melangkah dan bawa vas.”

“Tangannya basah ya. Harus dikeringkan dulu ya kalau mau pegang vas.”

Banyak orangtua mengatakan kepada saya, bahwa teguran di atas tidak memberikan efek jera kepada anak. Dan anak yang memecahkan vas tersebut seharusnya dimarahi, dibentak, atau bahkan dipukul. Menurut saya, orangtua tersebut kurang bersabar saja. Dan buru-buru melakukan ‘discovering disability’. Padahal yang membedakan dua pendekatan itu adalah timbulnya konsep diri (self image) dalam kepribadian anak. Anak yang sering dimarahi, biasanya mempunyai konsep diri negatif. Anak akan berkata kepada dirinya sendiri bahwa “aku nakal”, “aku lemah”, “aku lamban”, dan lain-lain.

Studi yang dilakukan oleh Elizabeth Gershoff dari The University of Texas menemukan bahwa semakin sering anak-anak dipukul saat kecil, semakin besar kemungkinan mereka akan menentang orang tua dan menunjukkan perilaku anti sosial saat dewasa. Menurut Gershoff dan timnya, memukul anak berisiko meningkatkan agresi, serta menimbulkan masalah pada perkembangan kesehatan mental dan kognitif anak. Bahkan anak yang sering dimarahi atau dipukul, akan mengulangi perbuatan buruknya lagi dalam kurun waktu 24 jam. Malah tidak menimbulkan efek jera.

Ketiga, ketika anak kita mampu membuat sebuah karya. Apapun itu, maka segera lakukan discovering ability dengan memberikan apresiasi positif atas terciptanya sebuah karya. Jangan didiamkan ketika anak menunjukkan hasil karyanya. Apalagi melecehkan hasil karya anak yang disebabkan bentuknya kurang bagus atau sebab lain. Terus beri semangat anak untuk berkarya lagi.

Ayo para orangtua, munculkan hobi baru yaitu discovering ability ketika anak kita melakukan perbuatan baik, melakukan kesalahan, dan kala dia berkarya. Insyallah kita menjadi orantua yang dicintai anak kita. Menjadi orangtuanya manusia.

artikel munif chatibdiscovering abilitymunif chatib
Read more
  • Published in Artikel
No Comments

SEBENTAR LAGI MAJIKAN KITA ADALAH GADGET

Saturday, 30 November 2019 by master

By Munif Chatib

 

Gadget itu sebenarnya adalah alat-alat atau mesin yang berfungsi membantu pekerjaan manusia dengan cara akses internet. Pekerjaan manusia inilah yang akhirnya meluas. Mulai pekerjaan berkaitan dengan data, komunikasi, sampai bermain games. Aktivitas manusia yang berkembang dan diikuti dengan perkembangan teknologi inilah yang membuat mesin gadget mulai berubah menjadi 3 bentuk dan peran.

Peran pertama, terjadi sekarang yaitu manusia menggunakan gadget sebagai mesin atau alat bantu. Peran kedua, terjadi juga sekarang, yaitu manusia sudah bekerja sama dengan gadget. Dan Peran ketiga, mungkin 2020 akan terjadi, yaitu manusia diperkerjakan oleh gadget. Manusia menjadi ‘buruh’ atau ‘pekerja’ gadget. Yang menjadi bos atau majikan adalah gadget.

Akankah kita mengalami kondisi seperti di atas? Sangat mungkin, sebab tanda-tandanya sudah ada. Manusia sudah menemukan Artificial Intelligences (kecerdasan buatan). Sekarang para robot sudahmampu menggantikan peran manusia dalam berbagai bidang, sebab para robot tersebut sudah didisain atau di-install program artificial intelligences. Bayangkan, sebuah robot mampu menyelesaikan pekerjaan yang detil dan rumit dengan gabungan berbagai kompetensi. Dan dapat diatur kecepatan menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan pesanan.

Saya pernah menyaksikan sendiri pembuatan mobil Land Cruiser di pabrik Toyota Nagoya Jepang hanya dalam waktu 117 detik, alias tidak sampai 2 menit. Sebagian besar yang mengerjakan adalah robot. Bayangkan jika sebuah mobil dikerjakan oleh manusia, pasti jadinya lebih lama.

Gadget akan mejadi wadah atau tubuh dari artificial intelligences ini. Bentuknya bisa robot, laptop sampai handphone atau mungkin alat yang lebih kecil yang dapat disimpan di kantong kita atau bahkan menjadi gelang ajaib kita. Namun fungsinya sudah berubah 180 derajat yaitu menguasai manusia dan memerintah manusia untuk melakukan apa saja. Itulah yang banyak dicemaskan banyak ahli jika artificial intelligences ini terus dikembangkan. Meskipun tidak sedikit juga ahli yang mendukung.

Pramusaji setiap restoran akan digantikan oleh gadget berupa hologram pramusaji yang cantik-cantik menawarkan sajian menu, lalu meminta kita mengikutinya untuk memilih tempat duduk, melayani pesanan dan pembayaran. Jangan kaget kondisi ini sedah terjadi di banyak café di Jepang. Pertanyaan besarnya adalah apakah dampaknya bagi perkembangan psikologis dan mental manusia, terutama anak-anak kita. Jika dampaknya adalah masalah, maka harus dianalisa dan disiapkan solusinya. Agar anak-anak kita di masa depan selamat dunia dan akhirat.

Read more
  • Published in Artikel
No Comments

NILAI JELEK, PASTI SOALNYA YANG SALAH, BUKAN ANAK KITA

Saturday, 30 November 2019 by master

            Apakah ada soal tes yang salah? Jawabnya banyak. Bisa juga terjadi jawaban siswanya tidak sesuai dengan keinginan guru pembuat soalnya. Akhirnya berdampak pada nilai yang jelek. Beberapa contoh soal dan jawaban yang pernah saya temui di lapangan sebagai berikut:

  1. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya disebut ….. (dijawab: silaturahmi).
  2. Cicak menghindari diri dari musuhnya dengan cara ….. (dijawab: berlari).
  3. Kupu-kupu mempunyai mulut penghisap yang disebut …. (dijawab: sedotan).

Dan kalau mau diteruskan jumlahnya mencapai ratusan. Namun yang ingin saya tulis pada artikel ini sebenarnya bukan masalah soal tes, jawaban, dan nilainya. Namun tes-tes tersebut mutlak dijadikan ukuran untuk menilai kemampuan anak kita secara keseluruhan. Hal inilah yang sebenarnya tidak adil dan kurang tepat. Ada dua penyebabnya. Pertama validitas dan kualitas soal-soal tes tersebut sangat rendah. Kualitas tes yang paling rendah adalah jenis pilihan ganda, yaitu siswa diminta memilih jawaban A, B, C atau D. Lalu jenis penilaian seperti itu tiba-tiba dijadikan satu-satunya alat ukur untuk menilai kemampuan anak kita. Terlalu sempit. Lalu lahirlah sebutan-sebutan negatif, tidak mampu, bodoh, tulalit dan sebagainya. Salah satu buku yang mempengaruhi saya adalah The Tyranny of Testing karya Dr. Banesh Hoffmann. Hoffman menjelaskan bahwa   soal pertanyaan pilihan ganda yang merupakan perangkat utama ujian masuk perguruan tinggi sangat tidak manusiawi dan menganggap semua pelajar adalah para robot. Penyebab kedua adalah masih ada ratusan jenis penilaian pada ranah keterampilan yang tidak pernah dicatat sebagai ukuran kemampuan anak kita.

Percayalah anak kita dalah bintang. Namun bintang ini sering diredupkan, tidak bercahaya lagi disebabkan tes-tes seperti di atas. Padahal dalam teori penilaian, tes itu hanya satu-satunya jenis penilaian dalam ranah pengetahuan (kognitif). Kemampuan anak kita juga dapat digali pada ranah keterampilan (psikomotik) dan sikap (afeksi). Pada ranah keterampilan ada ratusan jenis penilaian, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga besar, yaitu unjuk kerja, karya, dan proyek. Contoh unjuk kerja adalah kala anak kita berdiskusi, berdebat, melakukan presentasi, bercerita, membaca puisi, demonstrasi, dan lain-lain. Contoh karya anak kita adalah kemampuan menggambar, mendisain, membuat poster, membuat maket, bagan, dan lain-lain. Contoh aktivitas proyek antara lain anak kita tertantang  melakukan eksperimen, observasi, wawancara, riset, dan lain-lain.

Bayangkan, sekarang kita mengetahui, bahwa kemampuan anak ktia dapat dilihat dalam banyak ranah. Tidak hanya semata-mata tes saja. Saying sekali, tidak semua guru dan sekolah mencatat banyak aktivitas non tes di atas menjadi bagian dari alat mengukur kemampuan amak kita. Padahal jika aktivtias-aktivitas terebut dikumpulkan akan menjadi portofolio anak kita yang berguna bagi kehidupannya setelah sekolah. Ayolah menjadi orangtuanya manusia harus memandang kemampuan anak kita seluas samudera. Jangan dipersempit menjadi nilai-nilai hasil tes di atas kertas.

(Munif Chatib)

Read more
  • Published in Artikel
No Comments

Ciri-Ciri Sekolah Yang Membuat Bahagia Siswanya

Wednesday, 31 July 2019 by master

 Sekolah harus menjadi institusi pembelajaran yang membuat anak kita bahagia. Bukan seperti penjara.

 

Jangan sampai salah memilih sekolah anak kita. jika salah pilih anak kita akan menjadi stres dan tertekan dalam bersekolah. Saya selalu menyebut sekolah yagn membuat siswanya bahagia dengan sebutan Sekolahnya Manusia, sebab anak kita adalah manusia bulkan robot. Sekolah harus memantiuk dan megnembangkan sisi kemanusiaan anak kita yang hebat dan luar bisa. Adapun ciri-ciri sekolah tersebut adalah sebagai berikut.

 

Pertama, sekolah yang mempunyai program pembelajaran yang produktiif. Maksudnya adalah setiap siswa harus berkarya, menghasilkan sesuatu. Setiap siswa dilatih untukmemahami ilmu. Semua proses produktif itu dilakukan dengan semangat dan motivasi yang tinggi. Mereka bahagia melakukan itu semua. Tidak ada perasaan tertekan. Sebab target mereka adalah mereka bahagia dalam berkarya.

Pada titik inilah masalahnya. Kala anak-anak kita belajar dengan menyenangkan sesuai gaya belajarnya, maka pandangan kita sebagai orangtua mereka terlalu santai. Banyak orangtua masih beranggapan belajar itu adalah duduk rapi dan tenang di bangku, dan konsentrasi mendengarkan guru mengajar. Padahal anak kita belajar jika anak kita yang aktif, bukan gurunya. Pandangan yang keliru ini muncul sebab sekolah hanya menetapkan target-target kognitif yang berat. Inilah yang membuat anak kita tertekan di sekolah.

Kedua, sekolah yang mempunyai target pembelajaran adalah membuat siswanya bahagia. Tak dipungkiri kondisi siswa bermacam-macam, namun percayalah rasa bahagia itu cenderung sama bagi semua orang. Nah, tantangannya bagaimana setiap keunikan siswa dihargai sampai mereka berhasil merasakan bahagia di sekolah. Memang mudah untuk ditulis atau diucapkan, namun sulit untuk dijalankan. Rahasia sebenarnya ada pada diri setiap siswa. Ketika siswa yakin bahwa dirinya mampu, maka setiap tantangan akan mudah dilewati.

 

Ketiga, sekolah yang memandang setiap siswanya adalah bintang. Mereka sang juara. Sekolah yang memandang semua siswanya melalui kelebihannya, bukan kekurangannya. Sekolah yang melakukan ‘discovering ability’ kepada semua siswanya. Bakat dan minat selalu menjadi prioritas untuk mengembangkan potensi juara semua siswa.

Ayo jangan sampai salah memilihkan sekolah untuk buah hati kita. Zaman ini sudah semakin edan.

 

 (Munif Chatib – Pendiri School Of Human Cibubur)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

sekolah menyenangkansekolah ramah anaksekolahnya manusia
Read more
  • Published in Artikel
No Comments

ANAK KITA BUKAN KITA, LALU SIAPA MEREKA?

Sunday, 21 July 2019 by master

By Munif Chatib

            Sungguh, jika ada barisan atau kerumunan anak-anak. Lalu anak kita masuk ke dalamnya. Pasti kita tahu mana anak kita. Sebab dengan mudah kita mengetahui anak kita dari fisiknya. Mungkin rambutnya yang ikal, badannya yang gemuk, atau kulitnya yang putih dan lain-lain. Orangtua memang mampu mengenal anaknya secara fisik, namun belum tentu secara psikis. Kalau secara fisik mudah dilihat oleh indera kita, namun mengenal anak secara psikis, susah melihatnya secara langsung. Artinya orangtua membutuhkan keilmuan khusus untuk mampu menyelami anaknya secara psikis.

            Ada seorang ayah yang bertanya kepada saya. “Emang penting mengetahui anak kita secara psikis? Untuk apa?”. Saya langsung menjawab dengan bercerita panjang bahwa salah satu penyebab utama masalah disharmonisasi hubungan orangtua dengan anaknya adalah ketidaktahuan orangtua terhadap kondisi psikis anak-anaknya. Bukan masalah perkembangan fisik. Sebab solusi dari masalah fisik sangat mudah. Ketika ukuran baju atau sepatu anak kita sudah tidak mencukupi, maka solusinya beli baju atau sepatu baru yang ukurannya sesuai. Tidak demikian sederhana ketika yang menjadi masalah adalah perkembangan psikis anak kita, dari bayi, balita, anak-anak, pra baligh, baligh, remaja dan akhirnya dewasa. Sungguh, tidak sederhana. Tidak seperti mengganti ukuran dari kecil menjadi besar.

            Mengetahui kondisi psikis anak kita, harus kita mulai dari sebuah paradigma yaitu ANAK KITA BUKAN KITA. Hal ini sangat penting. Saya sering bertanya kepada orangtua tentang harapan ke depan anaknya ingin menjadi apa. Rata-rata orangtua menjawab menginginkan anaknya menjadi A, B, C, dan lain-lain. Oleh karena itu anaknya harus melakukan A, B, C dan lain-lain. Kesimpulannya hampir setiap orangtua menginginkan anaknya dibentuk berdasarkan apa yang orangtua inginkan. Padahal faktanya bisa saja keinginan, kebutuhan, rasa suka dan bakat anak berbeda dengan orangtuanya.

Ayo munculkan paradigma baru, bahwa ANAK KITA BUKAN KITA, pasti orangtua akan memberikan kesempatan untuk mengajak berbicara anaknya. Terutama tentang keinginannya, kebutuhannya dan rasa sukanya. Jika bakat anak kita ada yang mirip dengan orangtuanya, maka hal itu wajar. Namun yang akan menjadi masalah jika bakat anaknya tidak sama dengan orangtuanya, lalu ditarik dan dipaksa agar sama, maka percayalah anak kita akan tidak bahagia. Menjadi orangtuanya manusia, harus memahami dan siap mengaplikasikan paradigma ANAK KITA BUKAN KITA. Dan orangtua harus mendukung bakat dan minat anaknya. Jika hal ini dilakukan maka orantua lulus level pertama menjadi ORANGTUANYA MANUSIA. 

Bakat anakcara belajar anak usia diniorangtuanya Manusia
Read more
  • Published in Artikel
No Comments

SAATNYA SELESAI DENGAN DIRI SENDIRI, 50 TAHUN MUNIF CHATIB

Friday, 05 July 2019 by master

Setengah abad adalah perjalanan hidup yang cukup panjang. Suka duka, jatuh bangun, dan segala pernak-pernik kehidupan sudah menghiasi. Mulai perjuangan membantu dengan keikhlasan hati sampai merasakan pengkhianatan beberapa teman. Pujian dan cacian bak derasnya air hujan. Sungguh, sebuah romantika hidup yang mengasyikkan.

Lima puluh tahun aku memasuki wilayah kematangan. Meskipun sulit, terus mencoba untuk menjadi orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Ya Allah, dekatkan selalu hamba ini dengan-Mu. Bantu hamba ini membuktikan bahwa Engkau mengalir dalam darahku. Terangi sisa waktuku untuk berhikmat kepada banyak orang.

Terima kasih, Engkau sudah hadirkan keluarga kecil dan orang-orang yang mencintaiku lahir dan batin. Mereka bahagia kalau aku sehat dan khawatir kalau aku sakit. Sungguh, keluarga yang sebenarnya adalah orang-orang yang tak pernah berhenti berdoa dan mendukung perjuangan membangun pendidikan dan peradaban.

Lima puluh tahun, saatnya selesai dengan diri sendiri. Lalu menyingsingkan lengan, membuka hati dan pikiran untuk membantu banyak orang. Bismillah …

5 Juli 1969

5 Juli 2019

gurunya manusiamunif chatibpendidikanschool of human cibubursekolah inklusi cibubursekolahnya manusia
Read more
  • Published in Artikel
4 Comments

RAHASIA MENJADI BINTANG

Wednesday, 03 July 2019 by master

Munif Chatib – Pendiri Sekolahnya Manusia

Masa pengenalan di sekolah bagi siswa baru tidak harus melulu berupa informasi tentang kurikulum, lingkungasn sekolah, personel sekolah dan lain-lain. Hal penting yang harus dikenalkan adalah malah setia diri siswa-siswi tersebut. Sungguh setiap pelajar adalah BINTANG dan setiap pelajar harus tahu itu. Merka harus tahu RAHASIA MENJADI BINTANG.

 

Saya berusaha memberi informasi dan pemahaman kepada siswa-siswi baru SMP-SMA SOH tentang BAGAIMANA CARA MENEMUKAN BINTANG pada diri anak-anak. Poin-poin penting materi tersebut adalah sebagai berikut:

 

  • Rahasia ke-1 menemukan BINTANG anak kita adalah memberikan KEYAKINAN KEPADA DIRI ANAK-ANAK bahwa mereka dilahirkan pasti punya MISI BINTANG. Bagaimanapun kondisi anak kita. Sungguh mereka adalah karya agung Allah SWT. Anak kita harus dibiasakan meyakinkan diri sendiri bahwa AKU BINTANG, AKU BISA, jika hari ini GAGAL, pasti lain kali BERHASIL.

 

  • Rahasia ke-2 adalah MEROBOHKAN HAMBATAN YANG ADA. Dalam hidup pasti kita menemui hambatan yang menjadi penghalang kita meraih cita dan harapan. Maka HAMBATAN tersebut harus dirobohkan. Pada remaja biasanya HAMBATAN itu berupa rasa malas, rasa tidak mampu, minder, merasa banyak kekurangan dan lain-lain. Intinya HAMBATAN itu adalah makhluk PERASAAN NEGATIF. Karena itu PERASAAN NEGATIF HARUS DIHANCURKAN dan DIROBOHKAN.

 

  • Rahasia ke-3 adalah FOKUS PADA KEMAMPUAN ANAK KITA. Jika orangtua mampu mellihat KEMAMPUAN ANAKNYA meskipun sekecul debu, meskipun sepertinya sepele, lalu orangtua memberi support. Insya Allah kemampuan anak kita akan berkembang dan mendukung cita-cita masa depannya. JANGAN FOKUS PADA KELEMAHAN.

 

  • Rahasia ke-4 adalah HARUS TERUS BELAJAR agar pengetahuan anak kita berkembang. Belajar harus diartikan luas, tidak hanya mampu mengerjakan soal-soal tes. Namun kemampuan menyelesaikan masalah kehidupan yang sebenarnya adalah kemampuan orsinil dari ranah pengetahuan anak kita.

 

  • Rahasia ke-5 adalah TERUS BERKARYA. SCHOOL OF HUMAN adalah sekolah yang menghargai berbagai karya siswanya.

 

  • Rahasia ke-6 adalah BERANI TAMPIL. Ketika anak kita berani memperlihatkan kemmpuannya, baik berasal dari bakat atau minatnya. SCHOOL OF HUMAN berusahan sekuat mungkin menjadi fasilitator agar semuanya siswanya BERANI TAMPIL. Dan ketika saya minta siapa yang berani tampil untuk menceritakan kemampuan yang dimilikinya, maka satu persatu siswa-siswa maju. Saying sekali dibatasi waktu. Dan akhirnya lahirlah coretan anak-anak tentang kemampuan-kemampuan yang mereka punyai.

 

Semoga tulisan ini dapat membantu guru dan orangtua untuk memberi semangat kepada siswa dan anak-anaknya untuk menemukan dan mengembangkan BINTANGNYA.

 

SMP-SMA SCHOOL OF HUMAN CIBUBUR

021-21284033, 0813 2000 2047 (WA)

www.schoolofhuman.sch.id

www.schoolofhuman.com

Read more
  • Published in Artikel
No Comments

AYO MENJADI ORANGTUANYA MANUSIA

Wednesday, 03 July 2019 by master

By Munif Chatib, pendiri School Of Human

“Apa itu orangtuanya manusia? Memangnya selama ini kami menjadi orangtuanya apa?”. Pertanyaan itu selalu ada setiap kali saya melakukan workshop BAHAGIA MENJADI ORANGTUANYA MANUSIA. Dan jawaban saya selalu sama, membuat mereka yang terhenyak dan berpikir sebentar.

Saya hanya khawatir, kita sebagai orangtua memandang anak-anaknya sebagai robot-robot. Siap menerima perintah, menuruti apapun instruksi tanpa membantah. Tidak mempunyai inisiatif dan tanpa kreativitas. Anak kita seperti malaikat putih tanpa cacat dan salah. Tidak pernah membangkang, apalagi sampai berantem dengan teman-temannya. Anak kita seperti ‘human robot’ yang sudah lulus tes produksi.

Orangtuanya manusia adalah kembali memandang anak kita sebagai manusia yang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik dan psikis. Pastilah banyak masalah yang terjadi berkaitan dengan pengetahuan anak kita terhadap lingkungannya. Bayangkan, diri anak kita berkembang dan lingkungannyapun berkembang pesat. Penyesuaian antara keduanya, pasti menimbulkan banyak potensi konflik. Dan itulah kehidupan sebenarnya kala orangtua dikarunia satu bahkan lebih anak.

Menjadi orangtua memang gambang-gampang susah. Namun secara sederhana, orangtua harus menguasai tiga hal saja cukup. Pertama, orangtua harus mempunyai paradigma yang benar tentang mendidik anaknya. Saya banyak sekali menemui paradigma orangtua masih terbawa oleh konsep-konsep usang dari orangtuanya dulu, padahal zaman sudah berubah.

Kedua, orangtua harus mampu menerapkan pola asuh dalam mendidik sesuai usia perkembangan anak. Betapa sering terjadi masalah yang terjadi antara orangtua dan anak disebabkan orangtua yang belum mengetahui cara berkomunikasi atau ‘masuk dalam dunia anak’.

Ketiga, orangtua harus mengetahui cara memunculkan bakat dan memantik minat anaknya. Betapa banyak anak kita sampai menginjak usia remaja belum mengetahui bakatnya apa. Tidak fokus dan akhirnya tidak mampu menarik bakat dan minatnya ke dalam profesi yang digelutinya nanti.

Memang masih banyak ‘orangtuanya robot’, namun menjadi orangtuanya manusia bukan khayalan. Pelajari tiga hal, yaitu PARADIGMA, POLA ASUH, BAKAT DAN MINAT. Mau tahu paradigma yang benar menjadi orangtuanya manusia? Ikuti artikel lanjutannya.

SMP-SMA SCHOOL OF HUMAN CIBUBUR

021-21284033, 0813 2000 2047

www.schoolofhuman.sch.id

 

Read more
  • Published in Artikel
No Comments

ANAK KITA BUKAN KITA, LALU SIAPA MEREKA?

Wednesday, 03 July 2019 by master

Sungguh, jika ada barisan atau kerumunan anak-anak. Lalu anak kita masuk ke dalamnya. Pasti kita tahu mana anak kita. Sebab dengan mudah kita mengetahui anak kita dari fisiknya. Mungkin rambutnya yang ikal, badannya yang gemuk, atau kulitnya yang putih dan lain-lain. Orangtua memang mampu mengenal anaknya secara fisik, namun belum tentu secara psikis. Kalau secara fisik mudah dilihat oleh indera kita, namun mengenal anak secara psikis, susah melihatnya secara langsung. Artinya orangtua membutuhkan keilmuan khusus untuk mampu menyelami anaknya secara psikis.

            Ada seorang ayah yang bertanya kepada saya. “Emang penting mengetahui anak kita secara psikis? Untuk apa?”. Saya langsung menjawab dengan bercerita panjang bahwa salah satu penyebab utama masalah disharmonisasi hubungan orangtua dengan anaknya adalah ketidaktahuan orangtua terhadap kondisi psikis anak-anaknya. Bukan masalah perkembangan fisik. Sebab solusi dari masalah fisik sangat mudah. Ketika ukuran baju atau sepatu anak kita sudah tidak mencukupi, maka solusinya beli baju atau sepatu baru yang ukurannya sesuai. Tidak demikian sederhana ketika yang menjadi masalah adalah perkembangan psikis anak kita, dari bayi, balita, anak-anak, pra baligh, baligh, remaja dan akhirnya dewasa. Sungguh, tidak sederhana. Tidak seperti mengganti ukuran dari kecil menjadi besar.

            Mengetahui kondisi psikis anak kita, harus kita mulai dari sebuah paradigma yaitu ANAK KITA BUKAN KITA. Hal ini sangat penting. Saya sering bertanya kepada orangtua tentang harapan ke depan anaknya ingin menjadi apa. Rata-rata orangtua menjawab menginginkan anaknya menjadi A, B, C, dan lain-lain. Oleh karena itu anaknya harus melakukan A, B, C dan lain-lain. Kesimpulannya hampir setiap orangtua menginginkan anaknya dibentuk berdasarkan apa yang orangtua inginkan. Padahal faktanya bisa saja keinginan, kebutuhan, rasa suka dan bakat anak berbeda dengan orangtuanya.

Ayo munculkan paradigma baru, bahwa ANAK KITA BUKAN KITA, pasti orangtua akan memberikan kesempatan untuk mengajak berbicara anaknya. Terutama tentang keinginannya, kebutuhannya dan rasa sukanya. Jika bakat anak kita ada yang mirip dengan orangtuanya, maka hal itu wajar. Namun yang akan menjadi masalah jika bakat anaknya tidak sama dengan orangtuanya, lalu ditarik dan dipaksa agar sama, maka percayalah anak kita akan tidak bahagia. Menjadi orangtuanya manusia, harus memahami dan siap mengaplikasikan paradigma ANAK KITA BUKAN KITA. Dan orangtua harus mendukung bakat dan minat anaknya. Jika hal ini dilakukan maka orantua lulus level pertama menjadi ORANGTUANYA MANUSIA. Mau tahu level keduanya? Ikuti terus artikel selanjutnya.

(Munif Chatib, 08123594685,

www.munifhatib.com

www.schoolofhuman.sch.id,

www.insanmandiri.sch.id,

www.silaturahimislamicschool.sch.id)

Read more
  • Published in Artikel
No Comments

ORANGTUA HARUS PUNYA HOBI BARU, APA ITU?

Wednesday, 03 July 2019 by master

Munif Chatib– Saya ingin mengajak semua orangtua mempunyai hobi baru, yaitu menjelajah kemampuan anak, meskipun sekecil debu. Bahasa lainnya adalah ‘Discovering Ability’. Maksudnya adalah selalu memberi pengalaman-pengalaman positif kepada anak kita kala anak kita mengalami momen-momen spesial dalam kesehariannya. Biasanya ‘Discovering Ability’ dapat disampaikan kepada anak kita dalam berbagai bentuk.

Pertama, ketika anak kita melakukan perbuatan baik. Maka berikanlah apresiasi. Jangan ditunda. Anak kita yang masih kecil, sudah bisa menutup pintu dan jendela rumah kita. Maka langsung kita beri apresiasi. Pujilah perbuatannya, yaitu sudah bertanggungjawab atas keamanan rumah. Pada alam bawah sadarnya, anak kita langsung terbentuk konsep diri (self image) ‘aku bertanggungjawab’.

Kedua, ketika anak kita melakukan kesalahan yang disengaja atau tidak. Tolong jangan langsung memarahi. Namun tegurlah dengan mencari penyebab utama terjadinya kesalahan tersebut. Jika sudah ketemu, maka jadikan penyebab utama itu menjadi sasaran kesalahan (kambing hitam), sehingga anak kita akan berpikir bahwa setiap kesalahan pasti punya penyebab dan penyebab itulah yang harus dihindari.

Contoh kesalahan yang tidak disengaja adalah memecahkan vas bunga dari kristal berharga mahal. Sampaikan dengan teguran positif, contohnya:
“Lantainya licin ya, lain kali hati-hati kalau melangkah dan bawa vas.” “Tangannya basah ya. Harus dikeringkan dulu ya kalau mau pegang vas.”

Banyak orangtua mengatakan kepada saya, bahwa teguran di atas tidak memberikan efek jera kepada anak. Dan anak yang memecahkan vas tersebut seharusnya dimarahi, dibentak, atau bahkan dipukul. Menurut saya, orangtua tersebut kurang bersabar saja. Dan buru-buru melakukan ‘discovering disability’. Padahal yang membedakan dua pendekatan itu adalah timbulnya konsep diri (self image) dalam kepribadian anak. Anak yang sering dimarahi, biasanya mempunyai konsep diri negatif. Anak akan berkata kepada dirinya sendiri bahwa “aku nakal”, “aku lemah”, “aku lamban”, dan lain-lain.

Studi yang dilakukan oleh Elizabeth Gershoff dari The University of Texas menemukan bahwa semakin sering anak-anak dipukul saat kecil, semakin besar kemungkinan mereka akan menentang orang tua dan menunjukkan perilaku anti sosial saat dewasa. Menurut Gershoff dan timnya, memukul anak berisiko meningkatkan agresi, serta menimbulkan masalah pada perkembangan kesehatan mental dan kognitif anak. Bahkan anak yang sering dimarahi atau dipukul, akan mengulangi perbuatan buruknya lagi dalam kurun waktu 24 jam. Malah tidak menimbulkan efek jera.

Ketiga, ketika anak kita mampu membuat sebuah karya. Apapun itu, maka segera lakukan discovering ability dengan memberikan apresiasi positif atas terciptanya sebuah karya. Jangan didiamkan ketika anak menunjukkan hasil karyanya. Apalagi melecehkan hasil karya anak yang disebabkan bentuknya kurang bagus atau sebab lain. Terus beri semangat anak untuk berkarya lagi.

Ayo para orangtua, munculkan hobi baru yaitu discovering ability ketika anak kita melakukan perbuatan baik, melakukan kesalahan, dan kala dia berkarya. Insyallah kita menjadi orantua yang dicintai anak kita. Menjadi orangtuanya manusia. Mau tahu langkah berikutnya menjadi orangtua hebat. Ikuti artikel berikutnya.

Read more
  • Published in Artikel
No Comments
  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • Beranda
  • Profil
  • Buku
  • Artikel
  • Video
  • Tutur Sahabat
  • Kontak
TOP