SIGN IN YOUR ACCOUNT TO HAVE ACCESS TO DIFFERENT FEATURES

CREATE AN ACCOUNT FORGOT YOUR PASSWORD?

FORGOT YOUR DETAILS?

AAH, WAIT, I REMEMBER NOW!

CREATE ACCOUNT

ALREADY HAVE AN ACCOUNT?
© 2015 Munif Chatib.
  • SIGN UP
  • LOGIN
  • Beranda
  • Profil
  • Buku
  • Artikel
  • Video
  • Tutur Sahabat
  • Kontak

DISCOVERING ABILITY, HOBI BARU ORANGTUA

Tuesday, 03 December 2019 by master

By Munif Chatib

            Saya ingin mengajak semua orangtua mempunyai hobi baru, yaitu menjelajah kemampuan anak, meskipun sekecil debu. Bahasa lainnya adalah ‘Discovering Ability’. Maksudnya adalah selalu memberi pengalaman-pengalaman positif kepada anak kita kala anak kita mengalami momen-momen spesial dalam kesehariannya. Biasanya ‘Discovering Ability’ dapat disampaikan kepada anak kita dalam berbagai bentuk.

Pertama, ketika anak kita melakukan perbuatan baik. Maka berikanlah apresiasi. Jangan ditunda. Anak kita yang masih kecil, sudah bisa menutup pintu dan jendela rumah kita. Maka langsung kita beri apresiasi. Pujilah perbuatannya, yaitu sudah bertanggungjawab atas keamanan rumah. Pada alam bawah sadarnya, anak kita langsung terbentuk konsep diri (self image) ‘aku bertanggungjawab’.

Kedua, ketika anak kita melakukan kesalahan yang  disengaja atau tidak. Tolong jangan langsung memarahi. Namun tegurlah dengan mencari penyebab utama terjadinya kesalahan tersebut. Jika sudah ketemu, maka jadikan penyebab utama itu menjadi sasaran kesalahan (kambing hitam), sehingga anak kita akan berpikir bahwa setiap kesalahan pasti punya penyebab dan penyebab itulah yang harus dihindari.

Contoh kesalahan yang tidak disengaja adalah memecahkan vas bunga dari kristal berharga mahal. Sampaikan dengan teguran positif, contohnya: 

“Lantainya licin ya, lain kali hati-hati kalau melangkah dan bawa vas.”

“Tangannya basah ya. Harus dikeringkan dulu ya kalau mau pegang vas.”

Banyak orangtua mengatakan kepada saya, bahwa teguran di atas tidak memberikan efek jera kepada anak. Dan anak yang memecahkan vas tersebut seharusnya dimarahi, dibentak, atau bahkan dipukul. Menurut saya, orangtua tersebut kurang bersabar saja. Dan buru-buru melakukan ‘discovering disability’. Padahal yang membedakan dua pendekatan itu adalah timbulnya konsep diri (self image) dalam kepribadian anak. Anak yang sering dimarahi, biasanya mempunyai konsep diri negatif. Anak akan berkata kepada dirinya sendiri bahwa “aku nakal”, “aku lemah”, “aku lamban”, dan lain-lain.

Studi yang dilakukan oleh Elizabeth Gershoff dari The University of Texas menemukan bahwa semakin sering anak-anak dipukul saat kecil, semakin besar kemungkinan mereka akan menentang orang tua dan menunjukkan perilaku anti sosial saat dewasa. Menurut Gershoff dan timnya, memukul anak berisiko meningkatkan agresi, serta menimbulkan masalah pada perkembangan kesehatan mental dan kognitif anak. Bahkan anak yang sering dimarahi atau dipukul, akan mengulangi perbuatan buruknya lagi dalam kurun waktu 24 jam. Malah tidak menimbulkan efek jera.

Ketiga, ketika anak kita mampu membuat sebuah karya. Apapun itu, maka segera lakukan discovering ability dengan memberikan apresiasi positif atas terciptanya sebuah karya. Jangan didiamkan ketika anak menunjukkan hasil karyanya. Apalagi melecehkan hasil karya anak yang disebabkan bentuknya kurang bagus atau sebab lain. Terus beri semangat anak untuk berkarya lagi.

Ayo para orangtua, munculkan hobi baru yaitu discovering ability ketika anak kita melakukan perbuatan baik, melakukan kesalahan, dan kala dia berkarya. Insyallah kita menjadi orantua yang dicintai anak kita. Menjadi orangtuanya manusia.

artikel munif chatibdiscovering abilitymunif chatib
Read more
  • Published in Artikel
No Comments

SAATNYA SELESAI DENGAN DIRI SENDIRI, 50 TAHUN MUNIF CHATIB

Friday, 05 July 2019 by master

Setengah abad adalah perjalanan hidup yang cukup panjang. Suka duka, jatuh bangun, dan segala pernak-pernik kehidupan sudah menghiasi. Mulai perjuangan membantu dengan keikhlasan hati sampai merasakan pengkhianatan beberapa teman. Pujian dan cacian bak derasnya air hujan. Sungguh, sebuah romantika hidup yang mengasyikkan.

Lima puluh tahun aku memasuki wilayah kematangan. Meskipun sulit, terus mencoba untuk menjadi orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Ya Allah, dekatkan selalu hamba ini dengan-Mu. Bantu hamba ini membuktikan bahwa Engkau mengalir dalam darahku. Terangi sisa waktuku untuk berhikmat kepada banyak orang.

Terima kasih, Engkau sudah hadirkan keluarga kecil dan orang-orang yang mencintaiku lahir dan batin. Mereka bahagia kalau aku sehat dan khawatir kalau aku sakit. Sungguh, keluarga yang sebenarnya adalah orang-orang yang tak pernah berhenti berdoa dan mendukung perjuangan membangun pendidikan dan peradaban.

Lima puluh tahun, saatnya selesai dengan diri sendiri. Lalu menyingsingkan lengan, membuka hati dan pikiran untuk membantu banyak orang. Bismillah …

5 Juli 1969

5 Juli 2019

gurunya manusiamunif chatibpendidikanschool of human cibubursekolah inklusi cibubursekolahnya manusia
Read more
  • Published in Artikel
4 Comments

Cara Belajar Anak Usia Dini

Friday, 10 November 2017 by master

By Munif Chatib Dalam berbagai referensi anak usia dini adalah anak yang bersekolah pada jenjang SD kelas 3 ke bawah. Jadi di mulai dari bayi. Benyamin S. Bloom lewat bukunya “Stability and Change in Human Characteristic” membuktikan bahwa 50% kemampuan belajar seseorang ditentukan dalam 4 tahun pertamanya. Sedangkan 30 % yang lainnya dikembangkan dalam usia ke delapan. Hal-hal lain yang seseorang pelajari sepanjang hidup akan dibangun di atas dasar tersebut. Masa perkembangan otak ini dikenal dengan nama GOLDEN AGE (USIA EMAS). Anak pada USIA EMAS ternyata RAJA dalam PEMBELAJARAN. Mereka sangat ingin tahu apa saja. Langit yang berwarna birupun ditanyakan. Seorang bayi akan meneliti selembar kertas yang disodorkan kepadanya, bahkan mungkin dia akan memakan kertas itu agar ia tahu apa sebenarnya kertas itu. Atas dasar itulah maka berbagai sekolah terutama tingkat Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak (TK) menjadikan anak-anak seusia tersebut harus dipaksa belajar banyak hal, terutama MEMBACA, MENULIS dan MENGHITUNG. Kata beberapa orang sah-sah saja mengajari anak usia dini dengan materi-materi membaca, menulis dan menghitung agar cepat ‘BISA’. Kan anak usia dini adalah pembelajar terbaik. Menurut saya, anak usia dini memang PEMBELAJAR YANG BAIK DAN CEPAT. Hanya saja ada dua pertanyaan mendasar, yaitu belajar tentang apa pada masa itu?. Lalu bagaimana cara mengajarinya? Pertama, sungguh anak usia dini waktunya belajar hal-hal yang konkrit, nyata dan kontekstual. Contohnya anak usia dini ingin belajar naik tangga, melompat, ada barang baru di rumah, rumput-rumput yang hijau di halaman, bermain tanah dan lain-lain. Anak usia dini belum waktunya belajar secara abstrak atau tekstual. Anak usia dini tidak perlu harus belajar berpikir tentang definisi nakal itu apa? Harus mampu menulis dan menghitung soal-soal perhitungan yang abstrak. Nanti setelah lewat usia dini, barulah otak anak kita membutuhkan pengetahuan yang tekstual untuk melengkapi pengetahuan kontekstualnya. Kedua, cara memberi informasi sesuatu yang kontekstual kepada anak usia dini adalah dengan permainan yang menyenangkan. Anak usia dini tidak suka dengan tekanan dalam belajar. Tekanan dalam belajar akan menurunkan minat anak usia dini untuk mengetahui banyak hal. Jadi sebagai guru dan orangtua, kita harus adil terhadap pola asuh anak kita. Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Insyallah anak kita akan bahagia. Jakarta, 4 November 2017

bekasicara belajar anak usia diniinsan mandiri cibuburmunif chatibschool of human cibubur
Read more
  • Published in Artikel
No Comments
  • Beranda
  • Profil
  • Buku
  • Artikel
  • Video
  • Tutur Sahabat
  • Kontak
TOP