SAATNYA SELESAI DENGAN DIRI SENDIRI, 50 TAHUN MUNIF CHATIB
Setengah abad adalah perjalanan hidup yang cukup panjang. Suka duka, jatuh bangun, dan segala pernak-pernik kehidupan sudah menghiasi. Mulai perjuangan membantu dengan keikhlasan hati sampai merasakan pengkhianatan beberapa teman. Pujian dan cacian bak derasnya air hujan. Sungguh, sebuah romantika hidup yang mengasyikkan.
Lima puluh tahun aku memasuki wilayah kematangan. Meskipun sulit, terus mencoba untuk menjadi orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Ya Allah, dekatkan selalu hamba ini dengan-Mu. Bantu hamba ini membuktikan bahwa Engkau mengalir dalam darahku. Terangi sisa waktuku untuk berhikmat kepada banyak orang.
Terima kasih, Engkau sudah hadirkan keluarga kecil dan orang-orang yang mencintaiku lahir dan batin. Mereka bahagia kalau aku sehat dan khawatir kalau aku sakit. Sungguh, keluarga yang sebenarnya adalah orang-orang yang tak pernah berhenti berdoa dan mendukung perjuangan membangun pendidikan dan peradaban.
Lima puluh tahun, saatnya selesai dengan diri sendiri. Lalu menyingsingkan lengan, membuka hati dan pikiran untuk membantu banyak orang. Bismillah …
5 Juli 1969
5 Juli 2019
- Published in Artikel
Cara Belajar Anak Usia Dini
By Munif Chatib Dalam berbagai referensi anak usia dini adalah anak yang bersekolah pada jenjang SD kelas 3 ke bawah. Jadi di mulai dari bayi. Benyamin S. Bloom lewat bukunya “Stability and Change in Human Characteristic” membuktikan bahwa 50% kemampuan belajar seseorang ditentukan dalam 4 tahun pertamanya. Sedangkan 30 % yang lainnya dikembangkan dalam usia ke delapan. Hal-hal lain yang seseorang pelajari sepanjang hidup akan dibangun di atas dasar tersebut. Masa perkembangan otak ini dikenal dengan nama GOLDEN AGE (USIA EMAS). Anak pada USIA EMAS ternyata RAJA dalam PEMBELAJARAN. Mereka sangat ingin tahu apa saja. Langit yang berwarna birupun ditanyakan. Seorang bayi akan meneliti selembar kertas yang disodorkan kepadanya, bahkan mungkin dia akan memakan kertas itu agar ia tahu apa sebenarnya kertas itu. Atas dasar itulah maka berbagai sekolah terutama tingkat Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak (TK) menjadikan anak-anak seusia tersebut harus dipaksa belajar banyak hal, terutama MEMBACA, MENULIS dan MENGHITUNG. Kata beberapa orang sah-sah saja mengajari anak usia dini dengan materi-materi membaca, menulis dan menghitung agar cepat ‘BISA’. Kan anak usia dini adalah pembelajar terbaik. Menurut saya, anak usia dini memang PEMBELAJAR YANG BAIK DAN CEPAT. Hanya saja ada dua pertanyaan mendasar, yaitu belajar tentang apa pada masa itu?. Lalu bagaimana cara mengajarinya? Pertama, sungguh anak usia dini waktunya belajar hal-hal yang konkrit, nyata dan kontekstual. Contohnya anak usia dini ingin belajar naik tangga, melompat, ada barang baru di rumah, rumput-rumput yang hijau di halaman, bermain tanah dan lain-lain. Anak usia dini belum waktunya belajar secara abstrak atau tekstual. Anak usia dini tidak perlu harus belajar berpikir tentang definisi nakal itu apa? Harus mampu menulis dan menghitung soal-soal perhitungan yang abstrak. Nanti setelah lewat usia dini, barulah otak anak kita membutuhkan pengetahuan yang tekstual untuk melengkapi pengetahuan kontekstualnya. Kedua, cara memberi informasi sesuatu yang kontekstual kepada anak usia dini adalah dengan permainan yang menyenangkan. Anak usia dini tidak suka dengan tekanan dalam belajar. Tekanan dalam belajar akan menurunkan minat anak usia dini untuk mengetahui banyak hal. Jadi sebagai guru dan orangtua, kita harus adil terhadap pola asuh anak kita. Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Insyallah anak kita akan bahagia. Jakarta, 4 November 2017
- Published in Artikel